Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat
simbolisasi corak keagamaan yang baru. Bahkan, bisa dibilang sebagai perubahan
nilai dan budaya yang ada, tentunya yang berkaitan dengan agama. Berbagai diskursus
juga mengkaji akan itu semua, serta terkena imbasnya pula.
Hal itu merupakan sebuah fenomena baru, yang
membuat saya tergelitik, dikarenakan arus perubahan nilai dan budaya menjadi
sebuah kepentingan. Ya, namanya hidup kan penuh kepentingan. Tidak cuma politik
ataupun ekonomi, semua aspek kehidupan mengandung unsur kepentingan.
Salah satu fenomena tersebut saya katakan
sebagai sebuah komodifikasi agama. Mengenai makna komodifikasi, menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), komodifikasi memiliki arti pengubahan sesuatu
menjadi komoditas (barang dagangan) yang dapat diperjual belikan.
Maka, dengan
melihat makna tersebut, sudah menjadikan isyarat bahwa agama dijadikan sebuah
komoditas untuk dapat diperjual belikan atau diperdagangkan.
Apa yang
diperjualkan belikan dari agama ?
Setelah saya
cermati, ada dua hal yang menjadi komoditas dalam agama.
Pertama,
berkembangnya bisnis material yang berbasis keagamaan. Bisnis ini mencakup
segala atribut dalam ritual ibadah, misal : baju muslim, atau yang lagi tren
sekarang adalah jilbab. Bahkan, konon bisnis jilbab bisa meraup keuntungan yang
sangat besar. Apakah anda tertarik ? hehehe (bercanda).
Melihat dari
kemanfaatan, maka bisnis tersebut sangat bermanfaat. Tidak hanya bagi penjual
atau produsen, tetapi juga bagi konsumen. Maka, bisa dikatakan komodifikasi ini
memberikan dampak positif. Namun, tetap harus melihat aturan agama dalam
aktivitasnya,
Kedua,
berkembanganya bisnis non-material yang berbasis keagamaan. Ajaran agama
dijadikan sebagai ladang bisnis. Berbagai ayat dan hadits dijadikan sebagai
modal dalam bisnis ini atau ada yang mengatakan dengan istilah “menjual ayat”.
Jika dilihat
dari tujuan, yakni mendapatkan uang. Maka, sudah jelas membisniskan ajaran
Islam merupakan sesuatu yang keliru. Ditambah lagi, para aktornya tidak cukup
berkompeten. Kajian keagamaan yang dimilikinya sangat terbatas. Hal ini
tentunya akan memperparah masa depan umat, sehingga sangat menimbulkan dampak
negatif yang besar.
Semoga, saya,
anda, dan kita semua mampu mengambil hikmah dari setiap perubahan nilai dan budaya
yang ada, yakni dengan melihat melalui kaca mata agama, sehingga tidak salah
dalam pemikiran dan perbuatan.
Ahmad Zaki
Muntafi
Ciputat, Kamar
Ma’had 114
Tidak ada komentar:
Posting Komentar